Kakek dan Layang-layang

Zingg. Zingg. Zingg.

Suara yang keluar dari smartphone sang cucu langsung terdengar di telinga sang kakek saat memasuki ruang tamu. Kakek baru saja selesai menutup warung kecilnya.

“Ade lagi main apa?” tanya kakek sambil mengusap kepala cucu pertamanya itu.
“Main game layang-layang, kek,” jawab sang cucu tanpa sedikit pun menoleh, “layang-layangku namanya spin kek, punya jurus memutar. Sudah dua kali layangan musuh putus.”
“Kalau adek sudah selesai mainnya, sini duduk sebelah kakek.”

Sang kakek duduk di sofa ukuran sedang. Sang cucu yang bermain sambil tiduran langsung berdiri.

“Udahan mainnya kek, bosen. Bunda lama betul ke pasarnya.”
“Bunda khan lagi belanja dengan nenek. Ayo duduk sini, kakek ceritakan waktu kakek main layang-layang.”

Adek langsung bergegas dan duduk. Dia senang sekali kalau sang kakek bercerita tentang masa kecilnya.

“Kisah kakek kecil!” teriak adek kegirangan.

Sang kakek bercerita bahwa dulu di kampungnya tanah lapang masih sangat luas. Setiap sore hari selepas ashar, anak-anak di kampungnya mulai memamerkan layang-layangnya yang dibeli di warung.

Corak gambar pada layang-layang, kekuatan bambu, keseimbangan dan bahkan tali yang digunakan menjadi ajang unjuk kekuatan.

Kakek kecil sedikit minder karena tidak sanggup beli. Layang-layangnya didapat dari usahanya mengejar layangan yang putus.

Sedikit robek di ujung. Untuk menyeimbangannya harus di lem. Karena di rumah tidak ada lem, maka ditempel ulang pakai lem dari nasi.

Bundanya sang kakek kecil pasti sering menyalahkan kucing yang ada di rumah karena mengacak-ngacak tempat nasi.

#30DWC #30DWCJilid15 #Day1

Gambar: pixabay

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *