Layang-layang Putus

Adek masih duduk di sebelah kakek. Matanya berbinar-binar mendengarkan kisah sang kakek ketika masih kecil.

Masih seputar layang-layang.

“Kalau layang-layang kakek robek lalu dilem, apa masih bisa terbang?”
“Bisa, tapi belum terbang tinggi, sudah mutar-mutar layangnya. Seperti layang-layangmu tadi, spin.”

Ada peraturan tidak tertulis diantara kalangan anak-anak di kampung kakek kecil.

Pertarungan antar layangan terjadi para saat ketinggian tertentu. Kemudian, masing-masing layang-layang pun saling memberi kode sebelum saling serang.

Ada rasa kebanggaan dari anak-anak tersebut, walaupun kalah dan layangannya putus, mereka ingin layangannya putus dan terbang jauh. Mereka tidak ingin melihat ada anak yang membawa layangan putus mereka keesokan harinya.

Oleh karena itu, tidak pantas layang-layang yang terbang rendah, tanpa kode, tiba-tiba menyerang lawan. Itu yang terjadi pada layang-layang kakek. Tidak seimbang dan sulit dikendalikan.

Kadang kala ibu memberi uang kepada kakek kecil dari hasil jualan es lilinnya. Tapi kakek kecil tidak ingin membelinya di warung. Ada kesenangan sendiri untuk mendapatkan layangan putus.

Anak-anak pengejar layangan putus sudah mempunyai insting bagaimana membaca arah angin. Mereka duduk menonton pertandingan dengan seksama. Ketika salah satu terlihat lelah dan akhirnya putus. Gerombolan anak-anak dari beberapa titik mereka duduk langsung berhamburan menyambar layangan putus.

Dulu di kampung kakek kecil tidak ada mobil. Motor pun hanya satu dua. Jadi sangat aman bagi mereka untuk mengejar layang-layang. Jadi ada yang lebih menarik selain tanding langsung. Berlomba mengejar layang-layang putus.

#30DWC #30DWCJilid15 #Day2

Gambar: pixabay

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *