Robeknya Sepatu Sekolah

Waktu saya sekolah dulu, setiap ada kesempatan jeda istirahat pasti kami sekelas memanfaatkannya dengan bermain aktivitas. Ada yang maen ping pong dengan tangan sebagai bet dan penghapus papan tulis sebagai netnya. Ada juga yang menggambar dan menulis.

Lalu dimanakah saya saat ada waktu jeda? Saya bermain sepak bola. Bersama kawan-kawan sekelas, hampir setiap hari kami bermain. Seharusnya sih kalau tiap hari seperti ini, kami jadi pemain pro. Nyatanya sekarang malam jadi pemain pro di game saja.

Saking seringnya bermain, sepatu sekolah saya sedikit demi sedikit mengelupas. Lemnya tidak kuat menahan gempuran bola. Sepatu satu-satunya yang saya miliki. Ketika ayah melihat kondisi sepatu saya, beliau menyampaikan bahwa bulan depan kalau gajian saya akan mendapat sepatu baru.

Tibalah saat gajian, sesuai janji sepatu baru pun dibelikannya. Sepatu tali yang bagus. Saya pun sedikit bersembunyi pada saat bertemu kawan sekelas. Namun, akhirnya ketahuan juga. Sesuai tradisi, yang entah darimana asalnya, sepatu kawan-kawan yang lain kepingin berkenalan. Alhasil sepatu baru saya diinjak-injak mereka.

Tiba saatnya ada jeda. Seperti biasa kami pun mulai bersiap bermain bola. Ada perasaan ragu saya untuk bergabung, karena sepatu saya masih baru. Teman-teman terus mengajak saya. Akhirnya hati saya luluh untuk kemudian memutuskan untuk bergabung. Saya ingin menjajal kekuatan sepatu ini.

Permainan berlangsung sengit. Hingga akhirnya saya beradu tendangan dengan seorang kawan. Dia dikenal sebagai predator. Bola tidak dapat, sepatu lawan dihantam. Hasilnya sudah diduga, sepatu baru saya pun terbelah dua. Sepatu yang dibelikan ayah tercinta saat gajian.

Saat pulang saya hanya pasrah. Ketika ayah mengetahuinya, beliau hanya terdiam saja. Kecewa. Penyesalan selalu datang kemudian. Saya pun kembali menggunakan sepatu lama.

Di kemudian hari ketika saya sudah memasuki dunia kerja, robeknya sepatu sekolah telah memberikan tiga pelajaran kepada saya.

Pertama, kita harus menjadi orang dapat dipercaya. Bertanggung jawab atas apa yang menjadi tugas kita.

Kedua, menggunakan alat kerja harus sesuai dengan yang dibutuhkan. Jangan memaksa alat kerja yang bukan peruntukannya.

Terakhir, bila mengerjakan sesuatu secara berulang pastikan kita niatkan untuk menjadi seorang ahli. Jangan sia-siakan waktu mengerjakan sesuatu yang tidak ada gunanya.

#30DWC Day 10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *