Tulislah Sebuah Kebaikan

Tulislah sebuah kebaikan.

Entah bagaimana ide tulisan ini berseliweran di pikiran saya. Datang secara terus menerus. Menyeruak di antara pikiran yang bertumpuk.

Ada pemicu yang memantiknya.
Kala itu ketika bergulat dengan aktivitas rutin, suara adzan memanggil. Bisikan pun berkata, “Sudah santai dulu, nanti ide nya hilang deh.”

Perang batin pun berkecamuk.
Sangat sulit mendapat sebuah ide brilian.

Bukan perkara yang mudah mengelola 4 blog dengan topik yang serupa tapi tak sama. Sebuah ide segar sulit untuk ditemukan.

Namun, tiba-tiba saya teringat akan tulisan saya sendiri.
Dalam salah satu blog, saya pernah menulis tentang jangan menunda sebuah pekerjaan.

Apalagi menunda-nunda untuk melaksanakan sholat apabila adzan telah dikumandangkan.

Tulislah sebuah kebaikan.

Saya teringat tulisan saya tersebut. Tidak berpikir dua kali untuk segera bergegas mendirikan sholat.

Akhirnya saya menyadari bahwa betapa dahsyatnya sebuah tulisan tentang kebaikan.

Menuliskannya sebagai sebuah self reminder. Bukan sekedar menyampaikan kepada pembaca lalu urusan selesai.
Tidak. Saya bertanggung jawab terhadap apa yang saya tulis.

Memang merupakan sebuah karunia-Nya. Ketika saya menuliskan sebuah kebaikan, ada kemudahan di dalamnya. Jari jemari ini terus memainkan huruf-huruf merangkai sebuah kalimat. Kalimat tentang sebuah kebaikan.

Tulislah sebuah kebaikan.

Saya bukannya seorang ahli ramal masa depan. Tetapi saya menuliskan sebuah kebaikan yang suatu saat nanti saya membutuhkannya. Saat galau, mungkin.

Ketika saya menuliskan sebuah tulisan tentang jangan menyerah terhadap apa yang sedang kita hadapi. Maka suatu saat saya membacanya kembali, saya akan teringat bahwa sebuah kutipan: kegagalan adalah satu garis dengan sebuah keberhasilan.

Tulislah sebuah kebaikan.

Seorang teman menceritakan kisah kawan pengajiannya. Seorang pedagang mie ayam dan nasi goreng. Usahanya lahir manis. Hingga kemudian beliau harus kembali ke kampung halamannya untuk mengurus ibunya karena ditinggal oleh ayahnya.

Cukup lama beliau meninggalkan usahanya yang mulai berkembang itu. Tapi dia yakin Allah SWT memberikan jalan yang terbaik baginya.

Saat keadaan sudah stabil, dia memulai kembali merintis dagangannya. Belum seramai dulu, tapi ini memberikan waktu kepadanya untuk sering membaca Al- Quran sambil menunggu pelanggan dan bergegas meninggalkan dagangannya ketika adzan mulai berkumandang.

Tulislah sebuah kebaikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *