Kakek dan Sepeda Birunya

Kakak barusan saja sampai di rumah. Kakek menyambutnya dengan membukakan pintu depan.

“Main dimana tadi dengan kawan?”
“Main sepeda di taman depan, kek.”
“Duduk sini, nih minum dulu,” kakek mengajak kakak untuk duduk disebelahnya sambil menawarkannya segelas air.
“Asyik, kisah kakek waktu kecil!” seru kakak dengan girang.

Kakek kecil mendapatkan sepeda berwarna biru saat ulang tahun ke delapan. Sang ibu memberikannya karena pada bulan yang sama ibu berhasil menabung dari jualan es lilinnya.

Kakek kecil sangat senang sekali, sehingga untuk mengirimkan es lilin ke warung-warung tidak perlu berjalan kaki lagi. Waktu yang dibutuhkan menjadi lebih cepat, sehingga waktu bermain pun menjadi lebih panjang.

Setelah mempunyai sepeda, kakek kecil mulai berkelana dari dusun ke dusun. Semua warga mengenalnya dengan baik. Bahkan dari kedua saudaranya, kakek kecil adalah satu-satunya anak kepala dusun yang senang bergaul.

Setiap sore kakek kecil mengayuh sepeda ke arah yang berbeda. Bertemu dengan teman-teman sebayanya di dusun sebelah. Kakek kecil senang bermain bola bersama mereka. Hingga bila ada pertandingan bola antar dusun, mereka selalu berebut klaim bahwa kakek kecil adalah pemain dusun mereka.

Uniknya saat pertandingan bola antar dusun, kriteria pemain yang boleh ikut main adalah berdasarkan tinggi badan. Jadi kakek kecil yang tingginya di atas rata-rata anak seumurannya selalu gagal ikut masuk tim. Kalaupun boleh ikut main, sebagai kiper.

Sepeda menjadi alat pergaulan kakek kecil. Selain bermain sepakbola di dusun, setiap hari kamis kakek kecil bersepeda sepanjang 4 kilometer menuju pasar. Hanya untuk membeli komik donald bebek. Bacaan favorit anak-anak di dusunnya. Mereka akan membacanya bergantian.

#30DWC Day 03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *